Penemuan Knowles menyoroti fakta bahwa pendekatan pedagogis, yang sering kali ditujukan untuk anak-anak, tidaklah cukup untuk menjelaskan cara orang dewasa belajar dengan cara yang unik. Dia berargumen bahwa orang dewasa memiliki tingkat otonomi yang lebih tinggi dan memiliki tuntutan yang lebih besar akan relevansi dalam proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini karena orang dewasa memiliki keterbatasan waktu yang lebih besar dan kebutuhan yang lebih mendesak untuk segera mengaplikasikan keterampilan yang mereka pelajari.
Andragogi adalah studi dan praktik pembelajaran orang dewasa yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles sebagai alternatif terhadap pendekatan pedagogi yang lebih berfokus pada pengajaran anak-anak.
Dalam melihat kebutuhan belajar orang dewasa yang berbeda, Knowles menyadari perlunya pendekatan pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, ia memperkenalkan konsep andragogi, sebuah metode yang menekankan pada karakteristik dan kebutuhan khusus orang dewasa dalam proses belajar mereka. Melalui andragogi, Knowles mengusulkan enam prinsip utama yang dirancang untuk memandu praktik pengajaran yang efektif bagi orang dewasa.
Konsep Diri (Self–Concept) | Orientasi Pembelajaran (Orientation to Learning) |
Peran Pengalaman (The Role of Experience) | Motivasi Belajar (Motivation to Learn) |
Kesiapan Belajar (Readiness to Learn) | Yang Perlu di Ketahui (The Need to Know) |
Pengertian Andragogi
Konsep andragogi telah ada jauh sebelum karya yang berpengaruh dari Knowles pada tahun 1970-an. Asal-usulnya seringkali dikaitkan dengan Alexander Kapp, seorang pendidik Jerman, yang pertama kali menggunakan istilah ini pada tahun 1833. Dalam perkembangannya, konsep ini menjadi landasan bagi pemahaman kita tentang pendidikan orang dewasa, menekankan pentingnya pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan, pengalaman, dan kemandirian individu dewasa dalam proses belajar.
Namun, pada tahun 1926, Eduard Lindeman memperkenalkan definisi yang menarik bagi andragogi yang menarik perhatian para sarjana Eropa. Definisinya menggambarkan pendekatan unik terhadap pendidikan orang dewasa yang kemudian menjadi pusat perhatian dalam diskusi ilmiah.
“Saya memahami pendidikan orang dewasa sebagai suatu proses baru dimana orang dewasa belajar untuk menyadari dan mengevaluasi pengalamannya.” (Lindeman, 1926)
Mulai dari tahun 1970-an, seorang peneliti pendidikan Amerika bernama Malcolm Knowles muncul dengan konsep yang sangat mempengaruhi cara kita memahami pembelajaran orang dewasa. Karyanya telah menjadi tonggak penting dalam bidang ini, terutama berkat presentasinya yang mudah dipahami tentang ‘enam prinsip’ pembelajaran orang dewasa.
Knowles mengemukakan enam prinsip yang mendasari proses belajar. Pertama, kebutuhan untuk mengetahui merujuk pada dorongan alami kita untuk memahami dunia di sekitar kita. Kedua, konsep diri mencerminkan cara kita melihat diri kita sendiri, yang memengaruhi cara kita belajar. Ketiga, peran pengalaman menekankan pentingnya pengalaman sebelumnya dalam membentuk pemahaman kita tentang materi baru. Keempat, kesiapan belajar mengacu pada kesiapan mental dan emosional kita untuk menerima dan mengasimilasi informasi baru. Kelima, orientasi belajar merujuk pada cara kita memilih dan menggunakan strategi belajar yang paling efektif untuk kebutuhan kita. Terakhir, motivasi adalah dorongan internal yang mendorong kita untuk belajar dan mencapai tujuan kita. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kita dapat meningkatkan efektivitas belajar kita dan mencapai prestasi yang lebih besar.
Konsep Diri (Self-Concept)
Konsep diri merujuk pada cara kita melihat diri sendiri dalam konteks belajar. Cara pandang kita terhadap diri sebagai pembelajar berubah seiring kita tumbuh dewasa dari masa kecil ke masa dewasa.
Contohnya, orang dewasa umumnya lebih condong menganggap diri mereka sendiri bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil, termasuk keputusan terkait dengan pembelajaran (Knowles, 1990).
Sebagian dari identitas orang dewasa sebagai pembelajar adalah dorongan alami mereka untuk terlibat dalam proses belajar secara mandiri. Ini berarti bahwa ketika mencari pengetahuan baru atau keterampilan, orang dewasa cenderung merasa lebih termotivasi untuk mengambil inisiatif sendiri, mencari sumber-sumber informasi, dan mengembangkan pemahaman mereka secara independen. Fenomena ini menggambarkan kecenderungan yang kuat di antara individu dewasa untuk mengambil peran aktif dalam perkembangan diri mereka sendiri, mencerminkan rasa tanggung jawab pribadi dan hasrat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
Menurut Knowles (1984), pembelajar dewasa cenderung ingin mengambil kendali atas perjalanan belajar mereka sendiri. Mereka lebih memilih untuk belajar dalam lingkungan yang memberi mereka kebebasan untuk mandiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip tentang bagaimana kita melihat diri sendiri sering menjadi panduan bagi para pendidik dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kemandirian. Sebagai contoh, seorang guru di perguruan tinggi komunitas dapat merancang mata pelajaran yang mendorong siswa untuk mengambil peran aktif dalam mengarahkan pembelajaran mereka sendiri melalui materi yang diajarkan (El-Amin, 2020).
Komentar dan Kritik: Penelitian yang dilakukan oleh Blondy (2007), Robinson (1992), Schapiro (2003), dan Williams (2002), bersama dengan pengalaman saya sebagai dosen universitas, menunjukkan bahwa tidak semua pelajar dewasa secara universal menganut konsep pembelajaran mandiri dan otonomi. Sebagai contoh, saya telah mengamati kecenderungan para profesor untuk memberikan dukungan terbatas dengan alasan bahwa siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Namun, hal ini sering kali menyebabkan keluhan dari siswa tentang “kurangnya aksesibilitas dan responsifitas dari instruktur” (Blondy, 2007). Banyak siswa, baik anak-anak maupun orang dewasa, lebih suka mendapatkan instruksi yang jelas dan dukungan serta sumber daya yang kaya, terutama dalam mata pelajaran yang menilai mereka berdasarkan kriteria penilaian standar.
Orientasi Pembelajaran (Orientation to Learning)
Menurut Knowles (1990), orang dewasa yang sedang belajar cenderung lebih tertarik untuk memecahkan masalah daripada hanya fokus pada isi mata pelajaran itu sendiri.
Dalam pembelajaran, penting untuk menyadari bahwa pendekatan yang berbeda mungkin diperlukan. Ini berarti bahwa kita tidak selalu harus mengikuti model klasik dari pembelajaran di sekolah menengah, di mana siswa duduk di kelas yang berbeda untuk mata pelajaran yang berbeda. Sebaliknya, sebuah pendekatan yang lebih dinamis dan terstruktur berdasarkan pemecahan masalah dapat lebih efektif. Dengan fokus pada pemecahan masalah, siswa dapat belajar dengan lebih terfokus dan terlibat, memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.
Misalkan ada seorang pekerja yang sudah dewasa dan tengah mengikuti kursus malam tentang pemasaran digital untuk meningkatkan kinerja mereka di tempat kerja. Mereka tidak mengambil kursus ini karena minat mereka pada matematika murni atau teori komunikasi, tetapi karena tuntutan pekerjaan langsung. Pekerjaan mereka mungkin memerlukan pengetahuan dari berbagai bidang sekaligus untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, seperti menggunakan matematika untuk statistik, melakukan uji A/B, memahami teori pemasaran dan komunikasi tertentu, serta menulis konten (copywriting). Ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembelajaran tidak selalu terbatas pada minat pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh kebutuhan praktis di tempat kerja.
Dalam mendidik pelajar dewasa, penting untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Ini berarti menyajikan konteks pembelajaran yang menghubungkan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran untuk memecahkan masalah dunia nyata. Dengan demikian, pelajar tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam situasi kehidupan sehari-hari.
Komentar dan Kritik: Meskipun tidak terdengar seperti suatu masalah yang serius, perbedaan ini sebenarnya sangat signifikan. Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada masalah ternyata memberikan manfaat yang besar bagi anak-anak. Inilah alasan mengapa negara-negara seperti Denmark telah mengadopsi model pembelajaran berbasis masalah
Peran Pengalaman (The Role of Experience)
Menurut Knowles, orang dewasa memiliki banyak pengalaman hidup karena telah hidup lebih lama daripada anak-anak (Knowles et al., 2020).
Pengalaman yang dialami oleh orang dewasa tidak sekadar menjadi fondasi pengetahuan mereka, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap cara seseorang melihat, menggabungkan, dan menggunakan informasi baru. Sebagian besar dari apa yang kita ketahui dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang telah kita alami. Ketika kita mengalami sesuatu, kita tidak hanya memperoleh pengetahuan tentang hal itu, tetapi juga membentuk kerangka kerja mental yang memengaruhi cara kita menafsirkan dan menggunakan informasi baru yang kita terima. Dengan demikian, pengalaman bukan hanya memperkaya pengetahuan kita, tetapi juga membentuk dasar untuk persepsi dan pembelajaran kita selanjutnya.
Untuk membuat ruang kelas orang dewasa lebih memikat dan bermanfaat, penting untuk mengintegrasikan pengalaman siswa ke dalam pembelajaran. Ini bisa dilakukan melalui beberapa strategi yang meliputi diskusi seminar untuk berbagi pengalaman pribadi yang relevan dengan materi, menerapkan konsep pembelajaran pada situasi kehidupan nyata, dan menghargai keragaman pengalaman siswa dalam konteks pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih berarti dan siswa lebih terlibat dalam proses belajar.
Contoh tersebut menggambarkan betapa orang dewasa memanfaatkan pengalaman masa lalu mereka untuk memahami dan menerapkan pengetahuan baru. Dengan mengaitkan pembelajaran baru dengan pengalaman yang telah mereka miliki, mereka dapat memperkaya pemahaman mereka serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menghubungkan pengalaman masa lalu dengan pembelajaran baru guna menciptakan pemahaman yang lebih dalam dan penerapan yang lebih efektif.
Komentar dan Kritik: Prinsip ini wajar menurut saya. Orang dewasa umumnya memiliki lebih banyak pengalaman untuk dibagi di kelas daripada anak-anak. Namun, saya ingin mengkritik bahwa prinsip ini membuat perbedaan tanpa mempertimbangkan perbedaan antara pendidikan orang dewasa dan anak-anak. Saat mengajar anak-anak, penting untuk mengintegrasikan pengetahuan mereka sebelumnya ke dalam pelajaran mereka. Selain itu, kita tidak boleh mengabaikan bahwa anak-anak juga memiliki kontribusi berharga di kelas. Saya berharap pandangan Knowles ini tidak dianggap sebagai asumsi bahwa pengalaman dan pandangan anak-anak kurang berharga dibandingkan dengan orang dewasa. Sebagai pendidik, kita harus menghargai pandangan baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Namun, dalam konteks pendidikan orang dewasa yang berkelanjutan, penting bagi pendidik untuk menyadari bahwa siswa sering kali adalah praktisi yang memiliki pengalaman nyata, yang memungkinkan untuk eksplorasi yang lebih dalam antara teori dan praktik.
Motivasi Belajar (Motivation to Learn)
Knowles menyatakan bahwa orang dewasa cenderung memiliki motivasi intrinsik yang lebih kuat dalam proses pembelajaran mereka daripada mereka yang lebih muda, yang lebih cenderung dipengaruhi oleh imbalan ekstrinsik.
Orang dewasa cenderung didorong untuk belajar oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam diri mereka sendiri. Salah satunya adalah harga diri, yang mendorong mereka untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Kemudian, rasa ingin tahu juga menjadi dorongan yang kuat, karena mereka ingin memahami dunia di sekitar mereka dengan lebih baik. Selain itu, keinginan untuk mencapai prestasi juga menjadi motivasi yang signifikan, karena mereka ingin meraih kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan. Terakhir, kepuasan pribadi juga memainkan peran penting, karena belajar memberikan pengalaman yang memuaskan dan memperkaya kehidupan mereka. Dengan demikian, faktor-faktor internal seperti ini memainkan peran kunci dalam memotivasi orang dewasa untuk terus belajar dan berkembang.
Menurut Knowles (1990), meskipun motivator eksternal seperti promosi, kenaikan gaji, atau kemajuan karier dapat memberikan dorongan, namun pengaruhnya seringkali tidak sekuat yang kita kira dalam membangkitkan motivasi. Dalam pengalamannya, Knowles menyoroti bahwa faktor-faktor internal seperti kepuasan diri, rasa pencapaian, dan minat pribadi seringkali memiliki peranan yang lebih besar dalam menggerakkan seseorang. Dengan kata lain, meskipun insentif eksternal bisa memberikan dorongan awal, kepuasan batin dan tujuan personal sering menjadi kekuatan yang lebih kuat dalam mempertahankan dan meningkatkan motivasi seseorang.
Salah satu contoh yang memperlihatkan prinsip ini adalah ketika orang dewasa memilih untuk mengikuti kursus memasak Italia. Mereka tidak melakukannya karena dorongan karier, melainkan karena mereka sungguh-sungguh tertarik pada seni kuliner Italia dan berkeinginan untuk terus mengembangkan keterampilan mereka di bidang tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mengejar minat pribadi dan terus belajar demi kesenangan dan pertumbuhan pribadi, meskipun hal itu tidak langsung berkaitan dengan pekerjaan. (El-Amin, 2020).
Ketika kita berurusan dengan pendidikan orang dewasa, penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang menarik dan memotivasi. Ini berarti memperhatikan apa yang membuat mereka ingin belajar dan tetap tertarik. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memilih materi yang menarik dan relevan, yang dapat memicu rasa ingin tahu dan semangat mereka. Selain itu, sesi interaktif yang melibatkan peserta secara aktif juga penting, karena hal ini dapat membuat mereka merasa lebih terlibat dan termotivasi untuk belajar. Tidak kalah pentingnya adalah memberikan pengakuan dan apresiasi atas pencapaian mereka, karena hal ini dapat meningkatkan motivasi mereka dan memperkuat rasa percaya diri. Dengan demikian, dengan memperhatikan faktor-faktor ini, kita dapat membuat perbedaan yang signifikan dalam proses pembelajaran orang dewasa (Knowles et al., 2020).
Komentar dan Kritik: Pendapat Knowles yang kurang didukung oleh bukti empiris memerlukan kritik. Bowlby (2007) menyatakan bahwa asumsi andragogis Knowles tidak berdasarkan penelitian empiris, melainkan berasal dari pengalaman, observasi, dan pengaruh teoretis. Hal ini menimbulkan keraguan dan terkesan sebagai konsep psikologi yang populer saja. Meskipun wajar bagi orang tua melihat bahwa anak-anak mereka, seiring bertambahnya usia, cenderung kurang menyukai permen sebagai imbalan, namun pada masa sekolah dasar, terlihat bahwa anak-anak memiliki motivasi dan minat intrinsik yang kompleks dalam pembelajaran. Oleh karena itu, konsep motivasi intrinsik ini sama pentingnya dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa (andragogi) seperti halnya dalam pendekatan pembelajaran anak (pedagogi). Lebih lanjut, pandangan Knowles tentang keingintahuan intrinsik, yang menekankan bukan hanya orientasi tujuan ekstrinsik, bertentangan dengan pandangan sebelumnya yang menekankan bahwa orang dewasa cenderung memusatkan perhatian pada masalah, terutama ketika masalah yang dipelajari di kelas bersifat ekstrinsik.
Kesiapan Belajar (Readiness to Learn)
Menurut Knowles, orang dewasa cenderung belajar ketika mereka merasakan kebutuhan akan informasi yang relevan dengan pengalaman hidup mereka saat ini.
Dalam proses belajar, orang dewasa seringkali merespons kebutuhan yang spesifik dalam kehidupan mereka. Mereka cenderung mencari pengetahuan baru ketika mereka melihat hubungan yang jelas antara apa yang mereka pelajari dengan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. Misalnya, ketika seseorang menyadari bahwa pengetahuan baru dapat membantu mereka dalam pekerjaan atau memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mereka menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Konsep ini, yang diungkapkan oleh Knowles pada tahun 1984, menyoroti orientasi orang dewasa pada hasil konkret dan aplikasi langsung dari pengetahuan yang mereka peroleh.
Dalam dunia pendidikan, penting bagi kita untuk memahami dampak dari pembelajaran di kelas. Ketika orang dewasa melihat hubungan langsung antara apa yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari, mereka cenderung lebih terlibat dan responsif. Ini berarti mereka akan lebih termotivasi untuk belajar karena mereka menyadari relevansi materi tersebut dalam konteks dunia nyata. Dengan demikian, memahami potensi penerapan pengetahuan adalah kunci untuk menginspirasi belajar yang berarti dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa di kelas.
Contohnya, bayangkan ada seorang pelajar dewasa paruh baya yang memilih untuk mengikuti kursus online tentang manajemen keuangan. Dia sadar bahwa memahami keuangan itu penting untuk mengelola investasi dan merencanakan masa pensiunnya. Motivasinya untuk belajar datang dari pemahaman yang jelas bahwa materi yang dipelajari dapat langsung diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa belajar tidak hanya tentang akuisisi pengetahuan, tetapi juga tentang menghubungkan pelajaran dengan situasi kehidupan nyata.
Komentar dan Kritik: Walaupun prinsip tersebut bermakna bagi saya, namun kita harus menyadari bahwa ada banyak siswa yang mendaftar ke program pendidikan tanpa memiliki pemahaman yang cukup mengenai apa yang mereka perlukan. Dalam keadaan seperti ini, orang dewasa yang sedang belajar memilih untuk masuk ke dalam lingkungan pendidikan untuk mencari panduan dan kesempatan untuk mengeksplorasi ide-ide, daripada hanya mencari jawaban atas pertanyaan yang spesifik (Blondy, 2007).
Yang Perlu di Ketahui (The Need to Know)
Prinsip kebutuhan untuk mengetahui menyatakan bahwa orang dewasa perlu memiliki pemahaman tentang alasan di balik pentingnya mempelajari sesuatu sebelum mereka mulai belajar.
Prinsip ini mengaitkan erat antara preferensi pelajar dewasa terhadap pengarahan diri dan kebutuhan akan otonomi. Dibandingkan dengan pelajar muda, orang dewasa cenderung merasa penting untuk memahami relevansi dan kegunaan dari apa yang mereka pelajari. Hal ini ditemukan dalam studi oleh Knowles dan rekan-rekan pada tahun 2020. Ini menunjukkan bahwa orang dewasa lebih condong untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan menemukan motivasi dalam pemahaman yang dalam tentang materi pelajaran.
Pertimbangkanlah situasi di mana orang dewasa diminta untuk mengikuti lokakarya tentang pembelajaran mesin. Mungkin pertama-tama mereka akan bertanya-tanya mengapa mereka perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mempelajari hal tersebut. Jika manfaat dan aplikasi pembelajaran mesin dalam konteks profesional atau kehidupan pribadi mereka tidak terlihat jelas, mereka mungkin merasa kurang termotivasi untuk berpartisipasi.
Dalam merancang program pendidikan untuk orang dewasa, penting untuk memperhitungkan bahwa desain pembelajaran harus mencakup penjelasan tentang mengapa materi yang diajarkan itu penting. Hal ini membantu menciptakan jembatan yang jelas antara konten pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Ketika peserta didik merasa bahwa apa yang dipelajari relevan dengan kehidupan mereka, minat mereka untuk belajar akan lebih terangsang. Selain itu, menjelaskan relevansi materi juga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Dengan demikian, desain pembelajaran yang memperkuat keterkaitan antara materi pembelajaran dan realitas sehari-hari dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan memotivasi.
Komentar dan Kritik: Salah satu keluhan umum terkait dengan pendidikan masa kanak-kanak adalah bahwa sering kali kita diajari materi-materi yang dianggap tidak relevan dengan kebutuhan praktis kehidupan sehari-hari, contohnya seperti teorem Pythagoras, sementara hal-hal penting seperti pemahaman tentang cara membayar pajak seringkali tidak diajarkan. Pertanyaannya, berapa banyak anak yang tidak menerima pendidikan yang sesuai dengan kehidupan mereka karena fokus pada hal-hal yang kurang relevan? Masalah ini menyoroti bahwa kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari tidak hanya relevan bagi orang dewasa, tetapi juga penting bagi anak-anak. Dengan mengabaikan hal ini, kita secara tidak langsung meremehkan pengalaman dan hak pilihan anak-anak.
Akhir Kalimat
Menurut pandangan saya, konsep andragogi adalah pendekatan yang sangat efektif dalam memfasilitasi percakapan seminar yang mendalam dan komprehensif tentang bagaimana orang dewasa belajar. Dengan fokus pada kebutuhan dan pengalaman peserta, pendekatan ini memungkinkan terjadinya diskusi yang mendalam tentang dinamika pembelajaran mereka. Hal ini memungkinkan peserta untuk secara aktif terlibat dalam proses belajar, meningkatkan pemahaman mereka tentang topik yang dibahas, dan mendorong pertukaran ide yang berharga. Dengan demikian, konsep andragogi membawa manfaat yang signifikan dalam meningkatkan kualitas percakapan seminar dan memperdalam pemahaman tentang pembelajaran.
Pengalaman pembelajaran sepanjang hidup mencerminkan keinginan yang mendasar bagi kita sebagai individu dewasa. Ini adalah saat di mana kita secara aktif mengejar pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang terus berkembang. Dalam proses ini, kita menggali keinginan dalam diri kita untuk tumbuh dan berkembang, mencerminkan esensi dari perjalanan menuju kedewasaan dan pengetahuan yang tak pernah berakhir.
Referensi
- Blondy, L. C. (2007). Evaluation and application of andragogical assumptions to the adult online learning environment. Journal of interactive online learning, 6(2), 116-130.
- El-Amin, A. (2020). Andragogy: A Theory in Practice in Higher Education. Journal of Research in Higher Education, 4(2), 54–69. https://doi.org/10.24193/JRHE.2020.2.4
- Knowles, M. S., Holton III, E. F., Swanson, R. A., Swanson, R., & Robinson, P. A. (2020). The Adult Learner: The Definitive Classic in Adult Education and Human Resource Development. New York: Taylor & Francis.
- Knowles, M.S. (1984). Andragogy in Action. San Francisco: Jossey-Bass.
- Knowles, M.S. (1990). The Adult Learner: A Neglected Species, 4th ed. Houston: Gulf Publishing Co.
- Lewis, N., & Bryan, V. (2021). Andragogy and teaching techniques to enhance adult learners’ experience. Journal of Nursing Education and Practice, 11(11), 31-40.
- Lindeman, E.C. (1926) The Meaning of Adult Education. New York: New Republic.
- Loeng, S. (2018). Various ways of understanding the concept of andragogy. Cogent Education, 5(1), 1496643. Doi: https://doi.org/10.1080/2331186X.2018.1496643
- Machynska, N., & Boiko, H. (2020). Andragogy–The science of adult education: Theoretical aspects. Journal of Innovation in Psychology, Education and Didactics, 24(1), 25-34.
- Ozuah, P. O. (2016). First, there was pedagogy and then came andragogy. Einstein journal of Biology and Medicine, 21(2), 83-87.
- Robinson, R. (1992). Andragogy applied to the open college learner. Research in Distance Education. 4(1), 10-13.
- Schapiro, S. A. (2003). From andragogy to collaborative critical pedagogy. Learning for academic, personal, and social empowerment in a distance-learning ph.d. program. Journal of Transformative Education, 1(2), 150-166.
- Williams, S. W. (2002). Instructional design factors and the effectiveness of web-based training/instruction. In R. M Cervero, B. C. Courtenay, and C. H. Monaghan., The Cyril O.
- Houle scholars in adult and continuing education program global research perspectives.
Leave a Reply